skip to main |
skip to sidebar
Pelajaran dari Bu Kasnah
Pelajaran dari Bu Kasnah
HAMPIR setiap Senin pagi saya melihatnya berjalan terseok di depan
rumah. Hanya dengan mendengar langkah kaki yang diseret, saya sudah
tahu, pastilah Bu Kasnah lewat. Wajanya kuyu, tapi masih mencoba
tersenyum. "Rotinya Pak...," ujar perempuan berusia 54 tahun itu dengan
suara yang lemah.
Satu bungkus roti dijual dengan harga Rp
6.000. Saya membeli dua bungkus saja. Tangannya bergetar ketika harus
mengambil barang jualannya dari kantong plastik agak besar tersebut.
Untuk membungkuk saja Bu Kasnah kelihatan menderita.
Perempuan
yang sebagian rambutnya sudah berwarna perak itu, sejak tiga tahun lalu
terserang stroke. Kaki dan tangan kanannya tidak normal lagi. "Dulu saya
sehat-sehat saja, tidak pernah merasakan gejala apa-apa sebelumnya,"
tutur ibu tiga anak asal Purwokerto itu.
Ketika masih sehat, Bu
Kasnah berjualan makanan seperti pepes teri, buntil, sayur kangkung,
dan makanan murah meriah lainnya. Para tetangga menyukai masakannya.
Sementara suaminya berjualan bakso dorong keluar masuk kampung.
Namun setelah terkena stroke, praktis usaha rumahannya berhenti.
Suaminya juga tidak bisa meninggalkannya jauh-jauh. Sementara ketiga
anaknya belum ada yang mapan secara ekonomi. Bu Kasnah hanya bisa
bertahan beberapa bulan saja diam di rumah. Setelah itu dia bersikeras
untuk berjualan apa saja yang bisa dilakukannya.
"Saya ingin
membantu suami agar kami tetap bisa makan. Saya tidak ingin menjadi
beban siapapun. Kalau masak, saya sudah tidak mungkin. Jadi, jualan roti
seperti ini yang bisa saya lakukan. Hasilnya tidak besar, tapi lumayan
buat jajan," ujarnya.
Maka dari rumahnya di kawasan Jalan
Manisi, Cibiru, Kota Bandung, Bu Kasnah berjalan kaki menjajakan roti.
Untuk mencapai rumah saya saja, dia harus berjalan menempuh jarak lebih
dari 2 km. Tentu dengan waktu tempuh lebih lama, karena kondisi fisiknya
yang tidak normal.
Karena itu pula, dia hanya mampu berjualan
seminggu sekali setiap hari Senin. "Ya saya akan jualan sampai saya
benar-benar tidak mampu lagi berjalan. Saya yakin, Allah telah
menyiapkan rezeki buat orang seperti saya," ujarnya.
Bu Kasnah
telah memberi pelajaran berharga pagi itu. Semangat untuk hidup
mengalahkan kelemahan fisiknya. Dia tidak mau tergantung pada orang
lain. Saya menatap langkah kakinya yang diseret, dengan rasa kagum.
Hingga dia menghilang di belolan jalan.....(enton supriyatna sind)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar