Rabu, 09 Oktober 2013

Pelajaran dari Bu Kasnah

Pelajaran dari Bu Kasnah

HAMPIR setiap Senin pagi saya melihatnya berjalan terseok di depan rumah. Hanya dengan mendengar langkah kaki yang diseret, saya sudah tahu, pastilah Bu Kasnah lewat. Wajanya kuyu, tapi masih mencoba tersenyum. "Rotinya Pak...," ujar perempuan berusia 54 tahun itu dengan suara yang lemah.

Satu bungkus roti dijual dengan harga Rp 6.000. Saya membeli dua bungkus saja. Tangannya bergetar ketika harus mengambil barang jualannya dari kantong plastik agak besar tersebut. Untuk membungkuk saja Bu Kasnah kelihatan menderita.

Perempuan yang sebagian rambutnya sudah berwarna perak itu, sejak tiga tahun lalu terserang stroke. Kaki dan tangan kanannya tidak normal lagi. "Dulu saya sehat-sehat saja, tidak pernah merasakan gejala apa-apa sebelumnya," tutur ibu tiga anak asal Purwokerto itu.

Ketika masih sehat, Bu Kasnah berjualan makanan seperti pepes teri, buntil, sayur kangkung, dan makanan murah meriah lainnya. Para tetangga menyukai masakannya. Sementara suaminya berjualan bakso dorong keluar masuk kampung.

Namun setelah terkena stroke, praktis usaha rumahannya berhenti. Suaminya juga tidak bisa meninggalkannya jauh-jauh. Sementara ketiga anaknya belum ada yang mapan secara ekonomi. Bu Kasnah hanya bisa bertahan beberapa bulan saja diam di rumah. Setelah itu dia bersikeras untuk berjualan apa saja yang bisa dilakukannya.

"Saya ingin membantu suami agar kami tetap bisa makan. Saya tidak ingin menjadi beban siapapun. Kalau masak, saya sudah tidak mungkin. Jadi, jualan roti seperti ini yang bisa saya lakukan. Hasilnya tidak besar, tapi lumayan buat jajan," ujarnya.

Maka dari rumahnya di kawasan Jalan Manisi, Cibiru, Kota Bandung, Bu Kasnah berjalan kaki menjajakan roti. Untuk mencapai rumah saya saja, dia harus berjalan menempuh jarak lebih dari 2 km. Tentu dengan waktu tempuh lebih lama, karena kondisi fisiknya yang tidak normal.

Karena itu pula, dia hanya mampu berjualan seminggu sekali setiap hari Senin. "Ya saya akan jualan sampai saya benar-benar tidak mampu lagi berjalan. Saya yakin, Allah telah menyiapkan rezeki buat orang seperti saya," ujarnya.

Bu Kasnah telah memberi pelajaran berharga pagi itu. Semangat untuk hidup mengalahkan kelemahan fisiknya. Dia tidak mau tergantung pada orang lain. Saya menatap langkah kakinya yang diseret, dengan rasa kagum. Hingga dia menghilang di belolan jalan.....(enton supriyatna sind)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar